SYUKUR
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah:
Hadis-Hadis Sufistik
Dosen pengampu: H.
Hasyim Muhammad, M. Ag
Disusun
oleh:
Hafizh
Rahman (104411018)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2011
SYUKUR
I. PENDAHULUAN
Dalam ajaran tasawuf kita telah tahu dan
mempelajari ajarannya dimulai dengan bagian-bagian tasawuf itu wara, zuhud,
sabar, sampai dengan mahabbah. Pada kehidupan kita sehari-hari telah mengalami
itu dan merasakan ajaran tersebut. Dalam hal ini kita mau menjelaskan salah
satu dalam ajaran tasawuf itu adalah syukur. Kita tahu apa itu syukur? Syukur merupakan
menerima apa adanya yang telah dianugrahkan atau yang diberikan oleh Allah SWT
yang diwujudkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan manusia. Syukur juga bisa
diartikan dengan menghargai nikmat dari Allah itu dalam bentuk benda hidup
maupun mati. Syukur banyak sekali dijelaskan dalam Al Quran dan Hadis. Syukur
diatur dalam firman Allah surat ibrahim yang berbunyi:
øÎ)ur c©r's? öNä3/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyÎV{ ( ûÈõs9ur ÷Länöxÿ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓÏt±s9 ÇÐÈ
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Menurut Al Raghib tentang syukur adalah:
الشكرتصور
النعمة واطهارها
“Bersyukur adalah merenungi dan mengungkapkan nikmat.”
Maka dalam hal ini kita
disuruh kepada Allah untuk selalu bersyukur dan bersyukur dalam hal apapun itu
yang terjadi pada kehidupan kita. Dalam hal ini kita merasa tertarik untuk membuat makalah
Hadis-hadis sufistik. Maka dengan ini kita mengambil judul tentang “Syukur”.
II. Rumusan
Masalah
A. Pengertian
Syukur
B. Hadis-Hadis
Nabi tentang Syukur
C. Penjelasan
III. Pembahasan
A. Pengertian
Syukur
Arti syukur adalah menghargai ni’mah yang diberikan
oleh sang pemberi. Pengaruh penghargaan itu seperti itu akan terlihat di dalam
hati sampai dengan gerakan tubuh. Di dalam hati pengaruhnya adalah ketundukan
sampai dengan ketakutan. Pengaruhnya dilidah adalah ungkapan pujian dan
keagungan, Pengaruhnya pada anggota tubuh adalah ketaatan dan penggunaan
anggota-anggota tubuh untuk mendapatkan keridhaan Sang Pemberi, dsb.
Al
Raghib Berkata:
الشكرتصور
النعمة واطهارها
“Bersyukur adalah merenungi dan
mengungkapkan nikmat.”
Kata syukur adalah pergeseran dari kata kasyr yang
berarti kasyf dan lawan dari kata kufr yang berarti melainkan dan menutupi
ni’mah. Dabbah syukur adalah hewan yang menghargai tuannya. Disebutkan juga
bahwa akar kata syukr adalah ‘ainun syukra. Syukra disini artinya adalah
mumtali’ah. Jadi arti syukur adalah memenuhi diri dengan memuji-muji Sang
Pemberi.
Syukur ada
tiga macam:
a. Syukur hati
dengan merenungi anugrah.
b. Syukur lidah
dengan memuji Sang Pemberi, dan
c. Syukur
anggota tubuh dengan memerhatikan ni’mah sebagaimana ni’mah itu patut
diperhatikan.
Peneliti irfan yang unggul, khawajah’Abdullah
Anshari berkata, syukr adalah sebutan lain untuk pengetahuan (mari’fat) dan
nikmat, karena syukr merupakan sarana untuk mengetahui Sang Pemberi nikmat.
Pensyarah karyanta yang kawakan berkata: “merenungkan datangnya ni’mah dari
Mun’im dan mengetahui bahwa ni’mah itu berasal dari-Nya adalah syukur. Diriwayatkan
bahwa Nabi Daud a.s. berkata, “wahai tuhan! Bagaimana aku dapat bersyukur
kepada-Mu, karena syukurku juga merupakan anugrah-Mu yang perlu aku syukuri!” Allah
berfirman kepadanya, “Wahai Daud, apabila engakau tahu bahwa setiap ni’mah
yang engkau nikmati itu berasal dari-Ku, berarti engkau telah bersyukur
kepada-Ku.”[1]
B. Hadis-Hadis
Nabi tentang Syukur
من
قال سبحان الله فله عشر حسنات ومن قال لا اله الا الله فله عشرون حسنة ومن قال
احمد لله فله ثلا ثون حسنة
Artinya: “Barang siapa yang
membaca “Subhana’llaah, maka baginya sepuluh dua puluh kebaikan. Dan barang
siapa membaca “Laa illaha illal-lah, maka baginya dua puluh kebaikan. Dan
barang siapa membaca “Alhamdu li’llah, maka baginya tiga puluh kebaikan.”
افضل الد كرلا اله الا الله و
افضل الد عاء الحمد الله
Artinya: “Dzikir yang lebih
utama, ialah: “Laa ilaaha I’lla’llaah” dan doa yang lebih utama, ialah:
“Alhamdu li’llaah”.
ليس شئ من الاد كار ما يضا عف
الحمد لله
Artinya: “Tiadalah sesuatu dari
dzikir yang berlipat ganda pahalanya; apa yang berlipat ganda oleh “al-hamdu
li’llah.[2]
C.
Penjelas
Janganlah
anda menyangka, bahwa kebaikan-kebaikan ini dengan berbetulan menggerak-gerakan
lidah dengan kalimat-kalimat itu, tanpa berhasil pengertian-pengertiannya dalam
hati. Maka “Subhaana’llah” itu kalimat yang menunjukan taqdis (pengkudusan).
“Laa ilaaha illaa’llah” itu kalimat yang menunjukan kepada mengenali nikmat
dari Yang Maha Esa, Yang Maha Besar. Kebaikan-kebaikan itu adalah dengan
kebetulan ma’rifat-ma’rifat ini yang termasuk sebahagian dari pintu-pintu iman
dan jaqin. Dan ketahuilah bahwa kesempurnaan syirik pada segala perbuatan. Maka
siapa yang dianugerahkan kepadanya oleh seseorang raja dengan sesuatu, kalau
dilihatnya bagi menteri atau wakil raja tersebut turut campur pada memudahkan
yang demikian dan menyampaikannya kepadanya, maka orang tersebut
mempersekutukan dengan raja pada nikmat itu. Lalu ia tidak melihat nikmat tersebut,
maka terbagi-bagilah kegembiraannya kepada dua orang itu. Dia tak mengesakan
pada hak raja. Dia benar tidak menutup matanya dari itu terhadap raja. Dan
kesempurna kesyukuran raja yang dituliskan dengan penanya. Dia tak bergembira
dan tak berterima kasih dengan kertas dan pena. Karena ia tidak mengakui pena
dan kertas itu ikut campur dari segi keduanya. Akan tetapi, dari segi bahwa
kertas dan pena itu adalah dijadikan dibawah kekuasaan raja. kadang-kadang
orang itu tahu, bahwa wakil raja yang menyampaikan dan memegang gudang juga
adalah diperlukan dari pihak raja pada menyampaikannya. Apabila ia mengetahui
yang demikian, niscaya pandangannya kepada pemegang gudang yang menyampaikan
itu, adalah seperti pandangannya kepada pena dan kertas. Maka tidaklah yang
demikian itu mempusakakan syirik pada tauhidnya dari menyandarkan nikmat kepada
raja.[3]
Demikian
juga, orang yang mengenal Allah ta’ala dan mengenal perbuatan-NYA, niscaya ia
tahu bahwa matahari sampai bintang-bintang itu dijadikan dengan perintah-NYA. Karena
Allah ta’ala dengan tangannya telah menguasakan iradah-NYA atas orang itu. Ia
mengerjakan dan mencurahkan untuk selalu kebajikannyadan didunia dan diakhirat.
Dan sesudah Allah ta’ala menjadikan baginya kepercayaan ini, niscaya ia tidak memperoleh
jalan kepada meninggalkan pemberian itu. Kalau engkau sudah mengetahui senua
pekerjaan seperti yang demikian maka engkau sesungguhnya telah mengenal Allah
ta’ala. Engkau mengenali perbuatannya engkau adalah orang yang bertauhid. Dan
engkau sanggup bersyukur kepada-Nya dengan semata-mata ma’rifat itu adalah
orang yang bersyukur kepada tuhan. Dan karena itu nabi Musa a.s. berkata:
“Wahai Tuhanku! Engkau telah berbuat dan enkau telah berbuat, maka bagaimanakah
kesyukuran kepada engkau?.”[4]
Maka Allah
berfirman: “Ketahuillah bahwa semua yang demikian itu daripada-KU. Maka
mengenalinya itu adalah syukur.” Kalau engkau dimasuki oleh keraguan, maka
tidaklah engaku itu berma’rifat. Tidak dengan nikmat dan tidak dengan yang
memberi nikmat. Maka engkau tidak gembira dengan dengan yang memberi nikmat
yang Maha Esa aja. Maka dengan kurangnya ma’rifat akan mengurangkan keadaan
kesenangan. Dan dengan kurangnya kesenangan engkau, niscaya akan mengurangkan
amalan engkau.
Keadaan yang
dipetik dari pokok ma’rifat yaitu kegembiraan dengan yang memberi nikmat serta
dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri. Sesungguhnya yang demikian syukur,
ia mengandung syarat syukur. Dan syaratnya ialah bahwa kesenangan engkau itu
adalah dengan yang memberi nikmat tidak dengan nikmat dan tidak dengan
penikmatan. Adapun tingkatan syukur itu mempunyai tiga tingkatan:
v Tidak masuk
padanya sekali-kali arti syukur. Kegembiraan adalah dengan sesuatu, tidak
dengan yang memberikan. Dan ini adalah keadaan setiap orang yang bergembira
dengan nikmat dari segi, bahwa nikmat itu enak dan bersesuaian bagi maksudnya.
Maka itu jauh dari syukur.
v Masuk dalam
arti syukur dari segi bahwaia bergembira dengan yang menganugrahkan nikmat.
Tetapi dari segi mengetahui kesungguhannya yang bergerak-gerakan kepada
penikmatan pada masa mendatang. Ini keadaan orang-orang soleh yang beribadah
kepada Allah dan mensyukurinya, karena takut dengan siksaan dan mengharapkan
pahala-Nya.
v Kegembiraan
hamba dengan nikmat Allah Ta’ala, supaya selalu dekat dengan Allah, bertempat
disisi-Nya dan selalu memandang kepada wajah-Nya.
Menurut
Asy-Syibli r.a. berkata: “Syukur itu melihat yang memberi nikmat, bukan melihat
nikmatnya.” Menurut Abu Ishak Ibrahim bin Ahmad Al-Khawwash r.a. berkata:
“Syukurnya orang awam itu atas makanan sampai dengan minuman. Dan syukurnya
orang khusus ialah atas segala yang datang kepada hati. Maka sesungguhnya hati
itu tidak merasa enak dalam keadaan sehat selain dengan mengingat Allah Ta’ala
mengenali-Nya dan menemui-Nya. Jadi inilah syarat kegembiraan dengan nikmat
Allah. Kalau tidak ada unta maka kambing. Dan berapa banyak perbedaan antara
orang yang menghendaki Allah untuk memberi nikmat kepadanya dan orang yang
menghendaki nikmat Allah, supaya dengan nikmat itu, ia sampai kepada Allah.[5]
Kesyukuran
dengan lisan adalah untuk melahirkan rela kepada Allah dan itulah yang disuruh.
Allah SWT berfirman:
$yJ¯RÎ) crßç7÷ès? `ÏB Èbrß «!$# $YZ»rO÷rr& cqà)è=ørBur %¸3øùÎ) 4 cÎ) tûïÏ%©!$# crßç7÷ès? `ÏB Èbrß «!$# w cqä3Î=ôJt öNä3s9 $]%øÍ (#qäótGö/$$sù yZÏã «!$# XøÎh9$# çnrßç6ôã$#ur (#ráä3ô©$#ur ¼ã&s!
Sesungguhnya
apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta.
Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki
kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan
bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.[6]
Maka
syukur dengan lisan itu termasuk dalam jumlah syukur. Diriwayatkan bahwa suatu
utusan datang kepada Umar bin Abdul Aziz r.a lalu bangun berdiri seorang pemuda
untuk berbicara. Maka umar r.a berkata: “Dahulukanlah untuk berbicara yang lebih tua lalu yang
lebih tua. Pemuda tadi menjawab: “Wahai Amirul-mu’minin! Kalau urusan itu
dengan umur, maka sesungguhnya dalam kalangan kaum muslimin ada orang lebih tua
umurya dari engkau.” Lalu umar r.a menjawab: “Berbicaralah!.”
Maka pemuda tersebut berbicara: “Tidaklah kami ini
utusan kegemaran dan tidak pula utusam ketakutan. Adapun kegemaraan, maka telah
disampaikan kepada kami oleh keutamaan engkau. Dan adapun ketakutan, maka tealh
diamankan kami daripadanya, oleh keadilan engkau. Dan sesungguhnya kami ini
adalah utusan kesyukuran. Kami datang kepada engkau untuk kami bersyukur kepada
engkau dengan lisan dan kami akan pergi.” Maka inilah pokok-pokok pengertian
syukur yang meliputu kumpulan hakikatnya!.
Menurut perkataan Hamdun Al Qashshar bahwa syukur
bikmat itu ialah engkau melihat diri engkau pada kesyukuran itu sebagai anak
kecil adalah suatu isyarat bahwa arti ma’rifat itu termasuk dalam pengertian
syukur. Dan perkataan Al Junaid Al Baghdadi r.a bahwa syukur ialah engkau
meliaht diri engkau berhak untuk nikmat itu adalah isyarat kepada salah satu
dari hal-ihwal hati pada khususnya.
Dengan demikian nama syukur pada ciptaan lisan untuk
melengkapi semua pengertian atau mencapai kebahagiannya didunia dan diakirat. Kiranya
Allah mencurahkan taufiq dengan Rahmat-Nya untuk kita yang selalu bersyukur
dijalan Allah SWT.[7]
IV. Kesimpulan
Arti syukur
adalah menghargai ni’mah yang diberikan oleh sang pemberi. Pengaruh penghargaan
itu seperti itu akan terlihat di dalam hati sampai dengan gerakan tubuh. Syukur
ada tiga macam:
a) Syukur hati
dengan merenungi anugrah.
b) Syukur lidah
dengan memuji Sang Pemberi, dan
c) Syukur
anggota tubuh dengan memerhatikan ni’mah sebagaimana ni’mah itu patut
diperhatikan.
Hadis-hadis nabi tentang syukur:
1.
“Barang siapa yang membaca
“Subhana’llaah, maka baginya sepuluh dua puluh kebaikan. Dan barang siapa
membaca “Laa illaha illal-lah, maka baginya dua puluh kebaikan. Dan barang
siapa membaca “Alhamdu li’llah, maka baginya tiga puluh kebaikan.”
2.
“Dzikir yang lebih utama, ialah:
“Laa ilaaha I’lla’llaah” dan doa yang lebih utama, ialah: “Alhamdu li’llaah”.
3.
“Tiadalah sesuatu dari dzikir
yang berlipat ganda pahalanya; apa yang berlipat ganda oleh “al-hamdu li’llah.
Janganlah anda menyangka, bahwa kebaikan-kebaikan ini dengan berbetulan
menggerak-gerakan lidah dengan kalimat-kalimat itu, tanpa berhasil
pengertian-pengertiannya dalam hati. Maka “Subhaana’llah” itu kalimat yang
menunjukan taqdis. “Laa ilaaha illaa’llah” itu kalimat yang menunjukan kepada
mengenali nikmat dari Yang Maha Esa dan Besar. Kebaikan-kebaikan itu adalah
dengan kebetulan ma’rifat-ma’rifat ini yang termasuk sebahagian dari
pintu-pintu iman dan jaqin. Oleh karena itu, syukur selalu membahagiakan hambanya didunia dan
diakhirat. Kiranya Allah mencurahkan taufiq dan Rahmat-Nya untuk kita yang
selalu bersyukur dijalan Allah SWT.
V.
Penutup
Demikian
makalah yang saya susun, tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan untuk
itu kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan guna perbaikan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita senua, amin.
Daftar Pustaka
Al Quran Terjemah, 2004, Yogyakarta:
Departemen Agama
Al Ghazali,
Imam, 1998, Ihya Ulumuddin, Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD.
Khomeini,
Imam, 2006, 40 Hadis, Bandung: Mizan.
Muhammad, Ahsin, 1990, Risalah al
Qusairi, Bandung: Penerbit Pustaka
[1]
Imam Khomeini, 2006, 40 Hadis, Bandung: Mizan, , hal: 415-417
[3] Imam Al Ghazali, 1998, Ibid,
hal: 1158
[4] Ahsin
Muhammad, 1990, Risalah al Qusairi, Bandung: Penerbit Pustaka, hal: 136
[5] Imam Al Ghazali, 1998, Ibid, hal:
1161
[6]
Al Quran Terjemah, 2004, Yogyakarta: Departemen Agama
[7]
Imam Al Ghazali, 1998, Ibid,
hal: 1165
Tidak ada komentar:
Posting Komentar